-->

Jomblo Mulia, Takkan Lelah dalam Berdoa

Semilir angin di teras kios kopi sore itu tak seperti biasanya yang berhembus adem dan menenangkan. Kini semilir itu lebih membuat gerah dan gelisah. Ibarat bara yang dihempas angin, makin merah menyala.

"Eh cepetan lu nikah, biar cepet punya anak. Emangnya lu bisa membelah diri untuk berkembangbiaknya?" Seloroh Andi disambut dengan tawa teman-teman yang lainnya.

Kalimat itu seakan memprovokasi diri ini, ingin rasanya mengatakan dengan nada keras di depan wajah Andi. Bahwa dia tidak tahu bagaimana kerasnya saya berusaha, dia tidak tahu berapa ratus kali doa yang kupanjatkan di setiap sujud malamku. Tapi Allah masih menginginkan aku bersabar dan berdoa lebih khusyu lagi, karena sampai hari ini jodoh yang kutunggu tak kunjung datang. Ah...Allah sudah tentu tahu yang terbaik untukku.

Dan dengan seenak jidatnya, Andi menjadikanku bahan tertawaan didepan teman-teman semasa kuliah di teras kopi itu. Apakah dia mengira semua kegagalan hubunganku menuju jenjang pernikahan ini adalah keinginanku? Orang gila sekalipun harusnya tahu, tidak ada seorangpun di dunia ini yang ingin menemui kegagalan.

Aku hanya ikut tertawa, lebih tepatnya pura-pura tertawa bersama mereka. Kuurungkan niat untuk melampiaskan emosi sesaatku. Karena aku tahu, jika kita bertindak hanya menuruti emosi ujungnya pasti berbuah penyesalan. Sementara, aku dan mereka masih sering bertemu untuk merencanakan kegiatan reuni angkatan kuliah.

Selain itu, kesadaranku untuk menahan emosi karena teringat pesan guru ngaji saya. Beliau pernah bercerita di hadapan murid-muridnya, perihal asbabunnuzul turunnya ayat yang berbunyi:

"La Tahzan Innallaha Ma’anaa" - (QS. Attaubah:40)

Di ayat ini menceritakan tentang perjuangan Rasulullah dan sahabatnya Abu Bakar as-Shiddiq, yang sedang dikejar oleh kaum musyirikin Makkah. Mereka bersembunyi di sebuah gua bernama Gua Tsur.

Rasulullah SAW melihat Abu Bakar ketakutan, lalu beliau berkata "La tahzan, Innallah ma’ana". 

Dengan keyakinan Rasulullah bahwa Allah ada bersama mereka, lalu Allah menurunkan malaikat-malaikat sebagai tentara yang tidak terlihat yang melindungi mereka dari kaum musyirikin tersebut. Masha Allah.

Teringat kisah itu aku lebih memilih untuk tidak menuruti percikan emosi karena Andi. Karena amarah yang meledak adalah wujud dari kesedihan yang terlanjur memuncak. Sedangkan aku tahu bahwa Allah SWT selalu bersama diriku, Dia adalah yang Maha Tahu dan Maha Adil. Dia sudah membuat rencana yang lebih baik untuk saya.

Dan seketika itu juga pandanganku terhadap Andi langsung berubah, dia tidak sedang mentertawakanku, Andi adalah sosok malaikat yang sedang menguji kesabaranku. Dan Aku teguhkan dalam hati bahwa aku harus bisa melewati ujian ini sampai lulus dengan predikat nilai sempurna.

Hari-hari berikutnya...selepas dari pertemuan sore itu, aku lebih memilih untuk merubah doaku. Dari sebelumnya meminta dijauhkan dari cibiran dan cemoohon, kini aku berdoa untuk selalu diberikan kekuatan dan kesabaran menghadapinya.

Kita tidak mungkin mengendalikan sikap orang lain, yang masih mungkin adalah mengendalikan sikap kita sendiri.

Pencarian Topik Lainnya....

Disqus Comments